Sunday, June 26, 2016

GUGATAN WANPRESTASI

Jakarta, __ ___________ _______

Kepada Yth.,

Ketua Pengadilan Negeri ___________

_______________

_______________

__________

Perihal: GUGATAN WANPRESTASI

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

____________________, beralamat di Jalan _______________ No. __, RT __ RW ___, Kelurahan _______, Kecamatan ________, ___________,  _____________, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT;

PENGGUGAT dengan ini hendak mengajukan Gugatan Wanprestasi terhadap:

________________, beralamat di Jalan ____________ No. __, RT. ___ RW ___, Kelurahan ___________, Kecamatan __________, , yang dalam hal ini diwakili oleh Direkturnya bernama ________________, beralamat di Jalan __________ No. __, RT __ RW __, Kelurahan ___________, Kecamatan _____________, ___________, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT;

Adapun dasar-dasar diajukannya gugatan ini adalah sebagai berikut:

DALAM POSITA

Bahwa, pada tanggal __ __________ ____, PENGGUGAT dan TERGUGAT telah mengadakan kerja sama berupa pemberian tugas pelaksanaan pekerjaan _______________ yang akan dilaksanakan pada tanggal __ _________ _____ berdasarkan Perjanjian Kerja Sama No. ___________________ yang dibuat dan ditandatangani oleh dan diantara keduanya pada tanggal __ _____________ _____ (selanjutnya disebut “Perjanjian”), Perjanjian mana telah menempatkan PENGGUGAT sebagai Pelaksana Kerja dan TERGUGAT sebagai Pemberi Kerja (Bukti P-1);
Bahwa, berdasarkan Pasal __ Perjanjian, PENGGUGAT sebagai Pelaksana Kerja memiliki kewajiban untuk melakukan pekerjaan berupa ________________;
Bahwa berdasarkan Pasal __ Perjanjian, PENGGUGAT sebagai Pelaksana Kerja berhak memperoleh Honorarium dari TERGUGAT sebesar Rp. _________ (____________ rupiah) (selanjutnya disebut “Honorarium”);
Bahwa berdasarkan Pasal __ Perjanjian, pembayaran Honorarium yang menjadi hak PENGGUGAT tersebut akan dilakukan oleh TERGUGAT secara bertahap, yaitu meliputi: Pembayaran Tahap Pertama sebesar __% (________ persen) dari Honorarium atau sebesar Rp. __________ (_____________ rupiah) dilakukan pada tanggal __ ___________ _____; Pembayaran Tahap Kedua sebesar __ % (__________ persen) dari Honorarium atau sebesar Rp. ___________ (____________ rupiah) dilakukan pada tanggal __ __________ _______;
Bahwa pada tanggal ___ ___________ ____, PENGGUGAT telah melaksanakan seluruh pekerjaannya yang merupakan kewajiban PENGGUGAT kepada TERGUGAT sesuai dengan Perjanjian;
Bahwa dengan telah dilaksanakannya seluruh kewajiban PENGGUGAT tersebut, maka berdasarkkan Pasal __ Perjanjian PENGGUGAT berhak untuk menerima pembayaran Honorarium dari TERGUGAT sebesar Rp. ____________ (_____________ rupiah);
Bahwa, untuk melaksanakan kewajiban pembayaran Honorarium dari TERGUGAT kepada PENGGUGAT tersebut, maka TERGUGAT telah melaksanakan Pembayaran Tahap Pertama Honoraium kepada PENGGUGAT sehingga jumlah pembayaran kewajiban TERGUGAT kepada PENGGUGAT yang telah dilaksanakan sampai dengan batas akhir jangka waktu pembayaran seluruh nilai Honorarium berdasarkan Perjanjian yang jatuh tempo pada tanggal __ __________ _____ adalah sebesar Rp. ___________ (_________________ rupiah);
Bahwa, dengan telah dilaksanakannya Pembayaran Tahap Pertama Honorarium yang merupakan kewajiban TERGUGAT kepada PENGGUGAT tersebut, maka sisa Pembayaran Tahap Kedua Honorarium yang menjadi kewajiban TERGUGAT kepada PENGGUGAT sampai dengan batas akhir jangka waktu berdasarkan Perjanjian adalah sebesar Rp. ____________ (____________ rupiah);
Bahwa, pada tanggal __ ____________ ____, TERGUGAT telah mengajukan permohonan keringanan Pembayaran Tahap Kedua Honorarium kepada PENGGUGAT berdasarkan surat nomor _____________ tanggal __ ________ _____ perihal “______________________”, yang pada intinya berisi pengakuan TERGUGAT bahwa TERGUGAT masih memiliki kewajiban Pembayaran Tahap Kedua Honorarium kepada PENGGUGAT sebesar Rp. _____________ (______________ rupiah) dan janji TERGUGAT untuk membayar sisa kewajiban TERGUGAT tersebut kepada PENGGUGAT paling lambat tanggal __ ____________ ______ (Bukti P-2);
Bahwa, berdasarkan surat permohonan penangguhan waktu Pembayaran Tahap Kedua Honoraium dari TERGUGAT kepada PENGGUGAT tersebut, maka PENGGUGAT secara lisan telah menyetujui permohonan TERGUGAT untuk mengundurkan waktu Pembayaran Tahap Kedua Honorarium sampai dengan tanggal ___ ______________ _____;
Bahwa, sampai dengan jangka waktu terakhir Pembayaran Tahap Kedua Honorarium tersebut diatas, TERGUGAT ternyata tidak juga melaksanakan kewajibannya melakukan Pembayaran Tahap Kedua Honorarium kepada PENGGUGAT;
Bahwa, karena belum dilaksanakannya kewajiban TERGUGAT tersebut, maka PENGGUGAT telah melakukan peneguran kepada TERGUGAT untuk segera melaksanakan seluruh kewajibannya tersebut yang antara lain berupa beberapa kali teguran lisan melalui telepon dan teguran tertulis melalui surat (Buki P-3);
Bahwa, karena teguran-teguran PENGGUGAT tersebut tidak juga diindahkan oleh TERGUGAT, maka pada tanggal __ _____________ ______ PENGGUGAT telah melayangkan surat teguran keras (SOMASI) kepada TERGUGAT untuk melunasi kewajibannya melaksanakan Pembayaran Tahap Kedua Honorarium (Bukti P-4);
Bahwa, ternyata surat teguran keras (SOMASI) yang dilayangkan PENGGUGAT tersebut juga tidak diindahkan oleh TERGUGAT, sehingga dengan demikian maka TERGUGAT dengan itikad tidak baik telah berusaha menghindari kewajibannya kepada PENGGUGAT, terlebih lagi belakangan TERGUGAT telah berusaha untuk menghindari PENGGUGAT dengan tidak dapat lagi dihubunginya TERGUGAT oleh PENGGUGAT baik melalui telepon maupun di tempat kediamannya, sehingga dengan demikian maka TERGUGAT dengan itikad tidak baik telah berusaha menghindari kewajibannya melakukan pembayaran sisa honorarium yang menjadi hak PENGGUGAT berdasarakan Perjanjian;
Bahwa, dengan tidak dilaksanakannya kewajiban TERGUGAT tersebut, maka TERGUGAT telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) terhadap Perjanjian, yaitu dengan tidak dilaksanakannya Pembayaran Tahap Kedua Honorarium sebesar Rp. ___________ (_____________ rupiah) yang harus sudah dibayarkan paling lambat tanggal __ ____________ ______, sehingga dengan Demikian wanprestasi tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi PENGGUGAT atas sisa honorarium sebesar Rp. __________ (_______________ rupiah);
Bahwa, terhadap wanprestasi yang telah dilakukan oleh TERGUGAT tersebut, dan untuk menjaga kepentingan hukum PENGGUGAT, maka dengan ini PENGGUGAT memohon agar Ketua Pengadilan Negeri ________ menyatakan bahwa TERGUGAT telah melakukan wanprestasi;
Bahwa, agar gugatan ini tidak illusoir, kabur dan tidak bernilai, dan demi menghindari usaha TERGUGAT untuk mengalihkan harta kekayaannya kepada pihak lain, maka PENGGUGAT mohon agar dapat diletakan sita jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap 1 (Satu) buah kendaraan roda empat merek ______ tipe ________ Nomor BPKB ______ Nomor STNK _____ milik TERGUGAT;
Bahwa PENGGUGAT juga mohon agar putusan perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu (iut voerbaar bij voorraad) meskipun ada upaya banding, kasasi maupun verzet;
Bahwa untuk menjamin pelaksanaan putusan, maka wajar jika PENGGUGAT mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri _________ untuk menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) perhari yang harus dibayar TERGUGAT bila lalai dalam melaksanakan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka PENGGUGAT mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri _____________ agar berkenan untuk memutuskan:

DALAM PETITUM

Mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan PENGGUGAT dalam perkara ini;
Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang diletakan atas sebuah kendaraan roda empat merek ________ tipe _____ Nomor BPKB _______ Nomor STNK ________ atas nama TERGUGAT;
Menyatakan bahwa TERGUGAT telah melakukan wanprestasi;
Menghukum TERGUGAT untuk melakukan Pembayaran Tahap Kedua Honorarium sebesar Rp. _______ (__________ rupiah) kepada PENGGUGAT secara tunai;
Menghukum TERGUGAT untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) setiap hari TERGUGAT lalai melaksanakan isi putusan perkara ini terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap;
Mebebankan biaya perkara ini kepada TERGUGAT;
Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan banding, kasasi, maupun verzet;
Apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).

Hormat PENGGUGAT,

____________________

Monday, June 20, 2016

PENYEBAB CINTA DITOLAK

Penyebab Cinta Ditolak

Ada beberapa penyebab cinta ditolak :

1. Penampilan yang buruk

Penampilan di sini bukan soal wajah, tetapi cara kita berpakaian. Penampilan buruk yang dimaksud adalah norak atau terlalu mencolok, tidak rapi.
Faktor ini berlaku setara antara pria dan wanita. Mana ada coba pria yang mau berhubungan dengan wanita yang tidak rapi dan begitu pula sebaliknya, mana ada wanita yang mau berhubungan dengan pria yang tidak rapi. Sedangkan yang dimaksud mencolok ataupun norak ialah terlalu menarik perhatian orang lain sehingga membuat pasangan merasa tidak nyaman.

2. Terlalu cerewet atau banyak bicara

Faktor cerewet biasanya sering dimiliki oleh seorang wanita daripada pria. Meskipun ada juga pria yang cerewet, namun jumlahnya pasti tidak sebanyak wanita. Orang mana coba yang betah atau mau punya pasangan yang cerewet atau banyak bicara sehingga orang tersebut jarang mendapat kesempatan untuk bicara dan hanya menjadi pendengar saja.
Ketahuilah, kalau kita terlalu cerewet itu bahaya, kadang lawan bicara kita meresa tidak nyaman. Padahal dia punya sesuatu yang ingin dia bicara atau utarakan juga kepada kita terlepas itu hal penting atau tidak.

3. Terlalu banyak mengeluh

Kalau kita termasuk orang yang banyak mengeluh, itu tandanya kita adalah orang yang tidak sabaran, tidak kuat, yang berarti kita lemah. Sedikit-sedikit mengeluh. Terlebih bila ada masalah, bukannya mencari solusi untuk menyelesaikannya, tetapi malah mengeluh dan tidak sabar menghadapi masalah itu. Sehingga masalah pun tidak menemui jalan penyelesaiannya. Orang mana coba yang mau pasangan tidak sabaran, tidak kuat menghadapi masalah, dan yang ada hanya bisa mengeleuh saja? Adakah?

4. Pemarah

Sebagaimana kita ketahui bahwa pemarah merupakan salah satu sifat yang tidak baik, tidak disukai orang lain, bahkan sebenarnya diri kita sendiri tidak akan menyukai kalau kita sendiri memiliki sifat pemarah.
Meskipun kita terlalu naif untuk menyadarinya bila menyangkut tentang diri sendiri. Bayangkan saja, wanita mana yang mau berhubungan dengan pria pemarah ataupun pria mana yang mau berhubungan dengan wanita pemarah. Pasti tidak ada. Jangankan berhubungan menjalin cinta sebagai sepasang kekasih, menjadi seorang teman saja pasti masih mikir dua kali. Marah memang boleh saja karena memang salah satu sifat manusia, tetapi jangan sampai jadi kebiasaan. Jangan sampai kita menjadi orang pemarah. Kita harus mampu mengontrol emosi dan sabar.

5. Menghina dan membanding-bandingkan keluarga

Dalam menjalin hubungan cinta, selain tentang kedua pasangan, faktor keluarga juga penting di sini. Karena apabila hubungan itu serius, maka lambat laun kita juga akan berhubungan dengan keluarga pasangan kita.
Jadi, jangan sampai kita menghina keluarga dari pasangan yang menjadi target kita untuk menjalin hubungan cinta. Dia pasti tersinggung bahkan marah bila keluarganya kita hina. Ataupun kita membandingkan antara keluarga kita dengan keluarganya. Misalkan kita bilang kalau status atau derajat keluarga kita lebih baik dari keluarganya. Jangan, karena itu akan menyinggung perasaannya.

6. Sering membicarakan mantan kekasih

Ini adalah salah satu faktor yang paling berbahaya, terlapas kita pria atau wanita. Terutama ketika dalam tahap pendekatan (PDKT). Baik pria atau wanita pasti tidak suka atau tidak mau menjalin hubungan dengan orang yang masih sering membicarakan mantan kekasihnya. Apalagi sampai membanding-bandingkannya dengan sang mantan.
Kalau kita masih sering membicarakan mantan di depan orang yang ingin kita jadikan pasangan untuk menjalin hubungan cinta, maka pasangan kita akan mengira kalau kita belum siap karena masih terus terbayang akan masa lalunya. Sehingga ya, cinta kita pasti akan ditolak.

7. Materialistik (matre)

Matre adalah masalah yang paling dihindari baik oleh wanita atau pria. Sifat matre, yaitu sering meminta sesuatu atau barang kepada pasangan terutama sesuatu yang berkaitan dengan uang untuk mendapatkannya. Apalagi sesuatu atau barang tersebut mahal harganya. Jangan sampai kita memiliki sifat ini. Meskipun orang yang kita dekati adalah kaya sekalipun.
Seorang pria atau wanita terlepas kaya atau tidak kaya, pasti tidak akan mau menjalin hubungan cinta dengan orang yang matre, orang yang lebih melihat akan harta bendanya atau mengharapkan banyak hal darinya terkait materi duniawi.

8. Terlalu memaksakan keinginan atau kehendak sendiri

Terlalu memaksakan keinginan atau kehendak sendiri menandakan bahwa kita hanya ingin memang sendiri saja. Dengan kata lain, kita adalah orang egois, orang yang hanya memikirkan diri sendiri termasuk perasaan kita sendiri. Seorang wanita atau pria pasti tidak mau menjalin hubungan cinta dengan orang yang egois. Dalam artian harus mengikuti semua kehendak atau keinginan yang dimilikinya.
Pada wanita atau pria tersebut juga memiliki keinginan atau kehendak yang inngin dipenuhinya juga. Artinya kita tidak boleh egois, kita juga harus memikirkan keinginan atau kehendak orang yang akan kita ajak menjalin hubungan cinta.

9. Suka berbohong atau mencari-cari alasan untuk menutupi kesalahan

Jangan orang lain, kita saja tentu tidak ingin menjalin hubungan termasuk cinta dengan orang yang suka berbohong atau mencari-cari alasan untuk menutupi kesalahan serta berpura-pura mencari tau apakah pria tersebut memiliki ciri ciri orang menyukai kita diam-diam atau tidak. Biasanya alasannya sederhana. Tujuan berbohong atau mencari-cari alasan untuk menutupi kesalahan hanya karena ingin tampak sempurna. Ingin menunjukkan kesempurnaan atau kelebihan kita boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai berbohong atau mencari-cari alasan untuk menutupi kesalahan yang ada atau dimiliki.

10. Terlalu Jujur

Jujur memang merupakan hal yang harus dijunjung tinggi dalam berhubungan, apalagi masih dalam tahap untuk memulai hubungan tersebut. Tapi janganlah berlebihan atau terlalu jujur. Apabila anda terlalu jujur, akan terkesan seperti orang yang tidak bersyukur dan tidak puas dengan apa yang ada. Jalani saja apa adanya. Jangan terlalu jujur hanya karena menginginkan sesuatu yang berlebihan bagi calon pasangan atau bahkan pasangan anda sehingga ujung-ujungnya PUTUS.

11. Terlalu sibuk dengan diri sendiri

Terlalu sibuk dengan diri sendiri. Hal ini biasanya menyangkut akan pekerjaan atau sesuatu yang amat disenangi oleh diri sendiri. Sibuk dalam pekerjaan memang boleh saja dan bukan sesuatu yang salah atau bisa disalahkan. Tetapi apabila kita akan menjalin hubungan, apalagi hubungan yang dimaksud adalah hubungan cinta, maka kita harus mampu membagi waktu kita dengan orang tersebut.
Sehingga orang tersebut, orang yang mau kita ajak untuk menjalin hubungan cinta, merasa kita perhatikan. Bukannya merasa dinomor duakan dengan pekerjaan atau sesuatu yang sangat kita gemari.

12. Terlalu cari perhatian (caper) dan pamer

Suka cari perhatian (caper). Caper boleh-boleh saja terutama untuk menarik perhatian orang yang kita sukai agar mampu mengajaknya untuk menjalin hubungan cinta. Tetapi jangan terlalu caper juga, karena akan menimbulkan kekhawatiran dalam diri calon pasangan kita. Terutama jangan terlalu caper dengan orang lain. Pamer pun demikian, janganlah bersikap pamer atau membanggakan diri sendiri karena akan memiliki kesan sombong. Pria atau wanita mana coba yang mau menjalin hubungan cinta dengan orang yang sombong. Jangankan hubungan cinta, berteman dengan orang sombong aja masih mikir berkali-kali.

13. Terlalu religius (terlalu alim)

Menjadi orang yang alim atau religius memang sangat dianjurkan bahkan merupakan kewajiban kita sebagai makhluk yang beriman kepada Tuhan. Tapi janganlah dalam memulai hubungan terlalu alim. Bahkan terlalu membawa-bawa nama Tuhan. Apabila kita terlalu religius atau alim, terkadang akan membuat calon pasangan kita menjadi ciut dan merasa tidak pantas bila nanti bersanding bersama kita.
Dia akan berpikir bahwa kita terlalu baik baginya. Bersikaplah biasa saja sehingga membuat dia merasa nyaman.

14. Terlalu berharap atau terobsesi

Berharap itu bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang kita sukai adalah hal yang wajar dan boleh-boleh saja. Tapi janganlah terlalu berharap juga, apalagi sampai terobsesi memiliki pasangan yang  memiliki ciri ciri pria setia dan serius serta bertanggung jawab. Apabila kita terlalu berharap atau ‘ngarep’ dan terobsesi akan membuat kesan bahwa kita yang bodoh dihadapannya.
Rasa obsesi yang kita memiliki akan membuatnya berpikir bahwa dirinya ada sebuah barang yang harus kita dapatkan bagaimanapun caranya. Bahaya sekali kalau dia sampai berpikiran seperti itu.

15. Sikap yang tidak menarik (monoton)

Artinya kita jangan sampai menjadi pribadi dengan satu sikap saja sehingga terkesan cuek bahkan pendiam. Dengan kata lain kita harus memiliki beberapa sikap yang mampu menarik perhatiannya. Kita mampu memilah-milah sikap kita sesuai dengan keadaan. Jadi, kita tahu kapan harus humoris (bercanda), diam, serius ataupun lainnya.

16. Dia memang tidak tertarik (suka) pada kita

Rasanya ini adalah faktor terakhir yang menjadi sebab cinta kita ditolak, yaitu dia memang tidak tertarik pada kita sehingga kita harus memiliki trik untuk cara menyatakan cinta kepada pria idaman. Jadi, bagaimanapun kita melakukan usaha terbaik ataupun sikap kita memang sudah baik, kalau dia tidak menyukai kita, maka cinta kita akan ditolak. Artinya dia memang tidak memiliki rasa suka kepada kita atau mungkin dia sudah memiliki seseorang yang disukainya. Sehingga hasil maksimal yang bisa kita peroleh dengan situasi demikian biasanya adalah sebagai teman biasa saja.

Demikian, semoga artikel ini bermanfaat.... Terimakasih.....!!!
*____*Model*____*
»FANTRY ANGELYA HULU«.

             *Nias Selatan, 21/06/2016

              DISIPLIN LUAHAMBOWO

Thursday, June 16, 2016

Torang Samua Basudara

Torang Samua Basudara

Alangkah indah hidup rukun
Berdampingan penuh damai
Tiada memandang suku bangsa
Kedudukan kehormatan.

Dimata Tuhan kita sama
Tiada ada yang berbeda
Kita semua dicintaiNya
Disayang siang dan malam.

Torang samua basudara
Basudara didalam Tuhan
Baik si miskin atau yang kaya
Yang kuat atau yang lemah.

Jangan ada didalam hati
Rasa iri atau dengki
Ciptakanlah hati yang damai
Penuh cinta kasih sayang.

Monday, June 13, 2016

HUKUM ACARA PIDANA

HUKUM ACARA PIDANA
Oleh : ABDUL MUQTADIR AL-HAQ

HUKUM ACARA PIDANA
           “ILMU HUKUM ACARA PIDANA MEMPELAJARI SERANGKAIAN PERATURAN YANG DICIPTAKAN OLEH NEGARA, DALAM HAL ADANYA DUGAAN DILANGGARNYA UNDANG-UNDANG PIDANA”:
NEGARA MEYIDIKI KEBENARAN ADANYA DUGAAN PELANGGARAN;
SEDAPAT MUNGKIN MENYIDIK PELAKUNYA;
MELAKUKAN TINDAKAN AGAR PELAKUNYA DAPAT DITANGKAP DAN KALAU PERLU DITAHAN;
ALAT-ALAT BUKTI YANG DIPEROLEH DARI HASIL PENYIDIKAN DILIMPAHKAN KEPADA HAKIM DAN DIHADAPKAN TERDAKWA KE DEPAN HAKIM TERSEBUT;
MENYERAHKAN KEPADA HAKIM AGAR DIAMBIL PUTUSAN TENTANG TERBUKTI TIDAKNYA PERBUATAN YANG DIDAKWAKAN KEPADA TERDAKWA DAN TINDAKAN ATAU HUKUMAN APAKAH YANG AKAN DIAMBIL ATAU DIJATUHKAN;
MENENTUKAN UPAYA HUKUM GUNA MELAWAN PUTUSAN TERSEBUT;
AKHIRNYA, MELAKSANAKAN PUTUSAN TENTANG PIDANA ATAU TINDAKAN UNTUK DILAKSANAKAN.

(Mr. J.M. VAN BEMMELEN, LERRBOOK VAN HET NEDERLANDSE STRAFPROCESRECHT, ‘S-GRAVENHAGE, MATINUS NIJHOFF, 1950, HAL. 1.)

TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA
            “TUJUAN DARI HUKUM ACARA PIDANA ADALAH UNTUK MENCARI DAN MENDAPATKAN ATAU SETIDAK-TIDAKNYA MENDEKATI KEBENARAN MATERIIL, IALAH KEBENARAN YANG SELENGKAP-LENGKAPNYA DARI SUATU PERKARA PIDANA DENGAN MENERAPKAN KETENTUAN HUKUM ACARA PIDANA SECARA JUJUR DAN TEPAT DENGAN TUJUAN UNTUK MENCARI SIAPAKAH PELAKU YANG DAPAT DIDAKWAKAN MELAKUKAN SUATU PELANGGAAN HUKUM, DAN SELANJUTNYA MEMINTA PEMERIKSAAN DAN PUTUSAN DARI PENGADILAN GUNA MENEMUKAN APAKAH TERBUKTI BAHWA SUATU TINDAK PIDANA TELAH DILAKUKAN DAN APAKAH ORANG YANG DIDAKWAKAN ITU DPAT DIPERSALAHKAN”.

            (KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBIK INDONESIA NOMOR : M.01.PW.07.03 TH.1982, TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA)

SUMBER-SUMBER HUKUM ACARA PIDANA
UUD 1945
UNDANG-UNDANG
2.1.      UNDANG-UNDAG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
2.2.      UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
2.3.      UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
2.4.      KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981. LN 1981 NOMOR 76)
2.5.      UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
2.6.      UNDANG-UNDANG RI NO.15 TH. 2002 DAN UNDANG-UNDANG RI NO. 25 TH. 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
2.7.      UNDANG –UNDANG RI NO. 3 TAHUN 1971 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
2.8.      UNDANG-UNDANG RI NO. 20 TH 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG RI NO. 31 TH. 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
2.9.      UNDANG-UNDANG RI NO. 30 TH 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
2.10.    UNDANG-UNDANG RI NO. 31 TH 2004 TENTANG PERIKANAN
2.11.    UNDANG-UNDANG NO. 41 TH 1999 TENTANG KEHUTANAN
2.12.    UNDANG-UNDANG NO. 15 TH 2003
2.13.    UNDANG-UNDANG NO. 3 TH. 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
2.14.    UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN RI
2.15.    UNDANG-UNDANG NO. 2 TH 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA RI
            DAN LAIN-LAIN
PERATURAN PEMERINTAH NO. 27 TH. 1983 TENTANG PELAKSANAAN KUHA
SURAT-SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG
SURAT-SURAT MENTERI/KEJAKSAAN/KEPOLISIAN

ASAS-ASAS YANG MENGATUR PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KELUHURAN HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA BERDASARKAN UU NO. 4/2004 jo 14/1970 jo uu 8/1981 KUHAP ADALAH
PERLAKUAN YANG SAMA ATAS DIRI ORANG DI MUKA HUKUM DENGAN TIDAK MENGADAKAN PEMBEDAAN PERLAKUAN
PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN HANYA DILAKUKAN BERDASARKAN PERINTAH TERTULIS OLEH PEJABAT YANG DIBERI WEWENANG OLEH UNDANG-UNDANG HANYA DALAM HAL DAN MENURUT CARA YANG DIATUR UNDANG-UNDANG
SETIAP ORANG DISANGKA, DITANGKAP, DITAHAN, DITUNTUT DAN ATAU DIHADAPKAN DIMUKA SIDANG PENGADILAN, WAJIB DIANGGAP TIDAK BERSALAH SAMPAI ADA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN KESALAHANNYA DAN MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM TETAP
KEPADA SESEORANG YANG DITAHAN, DITANGKAP, DITUNTUT ATAUPUN DIADILI TANPA ALASAN YANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DAN ATAU KARENA KEKELIRUAN MENGENAI ORANGNYA ATAUPUN HUKUM YANG DITERAPKAN WAJIB DIBERI GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI SEJAK TINGKAT PENYIDIKAN DAN PARA PENEGAK HUKUM YANG DENGAN SENGAJA ATAU KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ASAS HUKUM ITU DILANGGAR, DITUNTUT, DIPIDANA ATAU DIKENAKAN HUKUMAN ADMINISTRASI
PERADILAN YANG HARUS DILAKUKAN DENGAN CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN SERTA BEBAS, JUJUR DAN TIDAK MEMIHAK HARUS DITERAPKAN SECARA KONSEKUEN DALAM SELURUH TINGKAT PERADILAN
SETIAP ORANG YANG TERSANGKUT PERKARA WAJIB DIBERI KESEMPATAN MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM YANG SEMATA-MATA DIBERIKAN UNTUK MELAKSANAKAN KEPENTINGAN PEMBELAAN DIRINYA
KEPADA SESEORANG TERSANGKA, SEJAK SAAT DILAKUKAN PENANGKAPAN  ATAU PENAHANANAN SELAIN DIBERITAHU DAKWAAN DAN DASAR HUKUM APA YANG DIDAKWAKAN KEPADANYA, JUGA WAJIB DIBERITAHU HAKNYA ITU TERMASUK HAK UNTUK MENGHUBUNGI DAN MEMINTA BANTUAN PENASIHAT HUKUM
PENGADILAN MEMERIKSA PERKARA PIDANA DENGAN HADIRNYA TERDAKWA
SIDANG PEMERIKSAAN PENGADILAN ADALAH TERBUKA UNTUK UMUM KECUALI DALAM HAL YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG
PENGAWASAN PELAKSANA PUTUSAN PENGADILAN DALAM PERKARA PIDANA DILAKUKAN OLEH KETUA PENGADILAN NEGERI YANG BERSANGKUTAN

HAL-HAL YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN MENGENAI SURAT DAKWAAN
PENGERTIAN SURAT DAKWAAN
PENGERTIAN UMUM SURAT DAKWAAN DALAM PRAKTEK PENEGAKAN HUKUM ADALAH :
-         SURAT AKTA
-         MEMUAT PERUMUSAN TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN KEPADA TERDAKWA
-         PERUMUSAN MANA DITARIK DAN DISIMPULKAN DARI HASIL PEMERIKSAAN PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNSUR DELIK PASAL TINDAK PIDANA YANG DILANGGAR DAN DIDAKWAKAN PADA TERDAKWA
-         SURAT DAKWAAN TERSEBUT MENJADI DASAR PEMERIKSAAN BAGI HAKIM DALAM SIDANG PENGADILAN

SURAT DAKWAAN MENJADI DASAR
PEMERIKSAAN BAGI HAKIM DALAM
PERSIDANGAN
BAHWA SURAT DAKWAAN MENJADI DASAR PEMERIKSAAN DARI HAKIM DALAM PERSIDANGAN KARENA PUTUSAN YANG DIAMBIL OLEH HAKIM HARUS DIDASARKAN PADA DAKWAAN SEBAGAIMANA TERNYATA ANTARA LAIN DARI YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG SBB:
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 47 K/Kr/1956 TANGGAL 23 MARET 1957, MENYATAKAN “BAHWA YANG MENJADI DASAR PEMERIKSAAN OLEH PENGADILAN IALAH SURAT TUDUHAN (DAKWAAN) BUKAN TUDUHAN YANG DIBUAT POLISI”
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 68K/Kr/1973 TANGGAL 16 DESEMBER 1976, MENYATAKAN “BAHWA PUTUSAN PENGADILAN HARUSLAH DIDASARKAN PADA TUDUHAN”,…DST
SYARAT SURAT DAKWAAN
PSL 143 KUHAP MENENTUKAN DUA SYARAT YANG
HARUS DIPENUHI SURAT DAKWAAN YAITU:
HARUS MEMUAT SYARAT FORMAL
SURAT DAKWAAN DIBERI TANGGAL DAN DITANDATANGANI OLEH PENUNTU T UMUM
NAMA LENGKAP, TEMPAT LAHIR, UMUR ATAU TANGGAL LAHIR, JENIS KELAMIN, KEBANGSAAN, TEMPAT  TINGGAL, AGAMA DAN PEKERJAAN TERSANGKA
SYARAT MATERIIL
URAIAN CERMAT, JELAS DAN LEGKAP MENGENAI TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN
MENYEBUTKAN WAKTU DAN TEMPAT TINDAK PIDANA DILAKUKAN (TEMPUS DELICTI DAN LOCUS DELICTI)

AKIBAT KEKURANGAN DALAM SYARAT DAKWAAN
KEKURANGAN SYARAT FORMAL TIDAK MENYEBABKAN DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM
           TIDAK DENGAN SENDIRINYA BATAL MENURUT HUKUM, PEMBATALAN SURAT DAKWAAN YANG DIAKIBATKAN KEKURANG SEMPURNAAN SYARAT FORMAL, “DAPAT DIBATALKAN”, JIKA TIDAK BATAL DEMI HUKUM (VAN RECHTSWEGE NIETIG ATAU NULL VAN VOID) TAPI DAPAT DIBATALKAN ATAU VERNIIETIGBAAR (VOEDABLE) KARENA SIFAT KEKURANG SEMPURNAAN PENCANTUMAN SYARAT FORMAL DIANGGAP BERNILAI IMPERFECT (KURANG SEMPURNA)
           TERHADAP KEKELIRUAN TERSEBUT HENDAKNYA HAKIM TIDAK TERLALU STRICT YURIDIS TETAPI LEBIH LUWES DENGAN MEMPERBAIKI KEKELIRUAN TERSEBUT DALAM PERTIMBANGAN PUTUSANNYA.
KEKURANGAN SYARAT MATERIIL
           APABILA SYARAT MATERIIL TIDAK DIPENUHI MAKA SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM

PENGERTIAN SURAT DAKWAAN HARUS BERISI URAIAN SECARA CERMAT, JELAS DAN LENGKAP SEBAGAIMANA DIMAKSUD PSL 143 AYAT 2 HURUF b, TIDAK DIJELASKAN OLEH KUHAP, TETAPI DAPAT DITAFSIRKAN PENUNTUT UMUM HARUS MENGURAIKAN SECARA LENGKAP DAN JELAS HAL-HAL SBB:
SEMUA UNSUR DELIK YANG DIRUMUSKAN DALAM PASAL PIDANA YANG DIDAKWAAN HARUS  CERMAT DISEBUT SATU PERSATU. TERKADANG MUDAH SEKALI MENYEBUTNYA SATU PERSATU. AMBIL CONTOH: PSL 338 KUHP. UNSUR DELIK HANYA TERDIRI DARI “SENGAJA” DAN “MERAMPAS NYAWA ORANG LAIN”. TETAPI ADA JUGA UNSUR KOMPLEK, DAN MENGANDUNG HAL-HAL YANG ALTERNATIF. AMBIL CONTOH: PSL 339 KUHP. SELAIN RUMUSANNYA KOMPLEK, PENYEBUTAN UNSUR-UNSURNYA BERSIFAT ALTERNATIF . AMBIL SALAH SATU UNSUR: PEMBUNUHAN YANG “DIIKUTI, DISERTAI ATAU DIDAHULUI OLEH SUATU PERBUATAN PIDANA…”. APAKAH PENYEBUTAN INI HARUS DIKEMUKAKAN LENGKAP? MISALNYA HANYA MENYEBUT “DISERTAI” TETAPI TIDAK MENYEBUT PERKATAAN DIIKUTI ATAU “DIDAHULUI”, APAKAH DIANGGAP PENYEBUTAN UNSUR TIDAK CERMAT, JELAS DAN LENGKAP? KIT BERPENDAPAT PENGERTIAN CERMAT, LENGKAP DAN JELAS DALAM UNSUR YANG BERSIFAT ALTERNATIF: TIDAK MUTLAK MESTI MENYEBUT KESELURUHAN, BISA SATU SAJA ASAL JELAS. SEPERTI DALAM CONTOH TADI, PENYEBUTAN UNSUR “DISERTAI” SECARA INKLUSIF MELIPUTI “DIIKUTI” ATAU “DIDAHULUI”. OLEH KARENA ITU SEKIRANYA PENUNTUT UMUM LALAI TENTANG HAL ITU TIDAK BERAKIBAT SURAT DAKWAAN MENJADI KABUR ATAU MENYESATKAN KEPADA TERDAKWA.
MENYEBUT DENGAN CERMAT, LENGKAP DAN JELAS “CARA” TINDAK PIDANA DILAKUKAN. BUKANKAH PSL 143 (2) HURUF B MENYATAKAN: URAIAN SECARA CERMAT, JELAS DAN LENGKAP MENGENAI TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN?. PENGERTIAN “MENGENAI TINDAK PIDANA, BUKAN HANYA TERBATAS PADA UNSUR DELIK, TETAPI MELIPUTI: CARA TINDAK PIDANA DILAKUKAN OLEH TERDAKWA. SURAT DAKWAAN YANG TIDAK MENYEBUT BAGAIMANA CARA TERDAKWA MELAKUKAN TINDAK PIDANA, DIANGGAP SANGAT MERUGIKAN KEPENTINGAN TERDAKWA MEMBELA DIRI. IDEALNYA, DIJELASKAN SECARA KESELURUHAN CARA TINDAK PIDANA DILAKUKAN. TETAPI YANG DITUNTUT CUKUP GARIS BESARNYA. ASAL DARI URAIAN ITU TERANG DAN JELAS MENGUNGKAPKAN BAGAIMANA CARANYA TINDAK PIDANA DILAKUKAN SECARA UTUH.
MENYEBUT KEADAAN-KEADAAN (CIRCUMSTANCES) YANG MELEKAT PADA TINDAK PIDANA. PENYEBUTAN TENTANG HAL ITUPUN DIDASARKAN PADA PENGERTIAN “MENGENAI” TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN KEPADA TERDAKWA. BAHWA KEADAAN-KEADAAN YANG MELEKAT PADA TINDAK PIDANA TERUTAMA “KEADAAN KHUSUS” (PARTICULAR CIRCUMCTANCES), ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAH DARI TINDAK TERPISAH DARI TINDAK PIDANA YANG TERJADI

BENTUK-BENTUK SURAT DAKWAAN
SURAT DAKWAAN TUNGGAL
BENTUK DAKWAAN TUNGGAL INI DIPERGUNAKAN APABILA BERDASARKAN HASIL PENELITIAN TERHADAP MATERI PERKARA HANYA SATU TINDAK PIDANA SAJA YANG DAPAT DIDAKWAAN. DALAM MENYUSUN DAKWAAN TERSEBUT TIDAK TERDAPAT KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN ALTERNATIF, ATAU KEMUNGKINAN UNTUK MERUMUSKAN TINDAK PIDANA LAIN SEBAGAI PENGGANTINYA, MAUPUN KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN UNTUK MENGAKUMULASIKAN ATAU MENGKOMBINASIKAN TINDAK PIDANA DALAM SURAT DAKWAAN. UMPAMANYA SAJA DALAM TINDAK PIDANA MENYEBABKAN MATINYA ORANG KARENA KELALAIANNYA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 359 KUHP.
DAKWAAN ALTERNATIF
ADALAH SUATU BENTUK DAKWAAN YANG MEMBERI KESEMPATAN KEPADA HAKIM MEMILIH SALAH SATU DIANTARA DAKWAAN YANG DIAJUKAN DALAM SURAT DAKWAAN. JADI BERSIFAT DAN BERBENTUK ALTERNATIVE ACCUSATION ATAU ALTERNATIVE TENLASTELEGGING DENGAN CARA PEMERIKSAAN
           PERIKSA DAN PERTIMBANGKAN DULU DAKWAAN URUTAN PERTAMA, DENGAN KETENTUAN:
–         APABILA DAKWAAN URUTAN PERTAMA TERBUKTI, PEMERIKSAAN TERHADAP DAKWAAN YANG SELEBIHNYA (URUTAN KEDUA ATAU KETIGA) TIDAK PERLU LAGI DIPERIKSA DAN DIPERTIMBANGKAN.
–         PENJATUHAN HUKUMAN DIDASARKAN PADA DAKWAAN YANG DIANGGAP TERBUKTI
           JIKA DAKWAAN URUTAN PERTAMA TIDAK TERBUKTI, BARULAH HAKIM MELANJUTKAN PEMERIKSAAN TERHADAP DAKWAAN URUTAN BERIKUTNYA, DENGAN KETENTUAN:
–         MEMBEBASKAN TERDAKWA DARI DAKWAAN URUTAN PERTAMA YANG TIDAK TERBUKTI,
–         MENJATUHKAN HUKUMAN BERDASARKAN DAKWAAN URUTAN BERIKUTNYA YANG DIANGGAP TERBUKTI
–         
SURAT DAKWAAN SUBSIDER
BENTUK DAKWAAN SUBSIDER INI DIPERGUNAKAN APABILA SUATU AKIBAT YANG DITIMBULKAN OLEH SUATU TINDAK PIDANA MENYENTUH ATAU MENYINGGUNG BEBERAPA KETENTUAN PIDANA. KEADAAN DEMIKIAN DAPAT MENIMBULKAN KERAGUAN PADA PENUNTUT UMUM, BAIK MENGENAI KUALIFIKASI TINDAK PIDANANYA MAUPUN MENGENAI PASAL YANG DILANGGARNYA. OLEH KARENA ITU PENUNTUT UMUM MEMILIH UNTUK MENYUSUN DAKWAAN YANG BERBENTUK SUBSIDER, DIMANA TINDAK PIDANA YANG DIANCAM DENGAN PIDANA POKOK TERBERAT DITEMPATKAN PADA LAPISAN ATAS DAN TINDAK PIDANA YANG DIANCAM DENGAN PIDANA YANG LEBIH RINGAN DITEMPATKAN DIBAWAHNYA. MESKIPUN DALAM DAKWAAN TERSEBUT TERDAPAT BEBERAPA TINDAK PIDANA, TETAPI YANG AKAN TERBUKTIKAN HANYA SALAH SATU SAJA DARI TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN ITU.
PERBEDAANNYA DENGAN DAKWAAN ALTERNATIF IALAH BAHWA PEMBUKTIAN DAKWAAN SUBSIDER DILAKUKAN SECARA BERURUT DENGAN DIMULAI PADA DAKWAAN TINDAK PIDANA YANG DIANCAM DENGAN PIDANA TERBERAT SAMPAI KEPADA DAKWAAN YANG DIPANDANG TERBUKTI. SEDANGKAN PADA DAKWAAN ALTERNATIF PEMBUKTIANNYA LANGSUNG DILAKUKAN KEPADA LAPISAN DAKWAAN YANG DIPANDANG TERBUKTI, TANPA PERLU DIBUKTIKAN LEBIH DAHULU DAKWAAN-DAKWAAN SEBELUMNYA. SELAIN ITU PERBEDAAN ANTARA DAKWAAN ALTERNATIF DENGAN DAKWAAN SUBSIDER, TERLIHAT PULA PADA CARA PENEMPATAN URUTAN TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN. PADA DAKWAAN SUBSIDER TINDAK PIDANA YANG DIANCAM DENGAN PIDANA TERBERAT DITEMPATKAN PADA URUTAN TERATAS, KEMUDIAN BARU DISUSUL DENGAN LAPISAN-LAPISAN TINDAK PIDANA YANG DIANCAM DENGAN PIDANA YANG LEBIH RINGAN. SEDANGKAN PADA DAKWAAN ALTERNATIF CARA PENEMPATAN LAPISAN DAKWAAN DEMIKIAN TIDAK DIKENAL. KEMUDIAN PADA DAKWAAN YANG SATU DENGAN DAKWAAN YANG LAIN DIPISAHKAN OLEH KATA ATAU, SEDANGKAN DALAM DAKWAAN SUBSIDER PENEMPATAN KATA ATAU DIANTARA LAPISAN-LAPISAN DAKWAAN TIDAK DIKENAL.

SURAT DAKWAAN KUMULATIF
SECARA FORMAL UNTUK DAKWAAN INI HAMPIR SAMA DENGAN DAKWAAN ALTERNATIF DAN DAKWAAN SUBSIDER, KARENA TERSUSUN DARI BEBERAPA DAKWAAN YANG DISUSUN SECARA BERLAPIS. PERBEDAANNYA BAHWA DALAM DAKWAAN ALTERNATIF DAN DAKWAAN SUBSIDER, HANYA SATU DAKWAAN SAJA YANG HENDAK DIBUKTIKAN, SEBALIKNYA PADA DAKWAAN KUMULATIF SELURUH DAKWAAN HARUS DIBUKTIKAN.
BENTUK DAKWAAN INI DIPERGUNAKAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN APA YANG DINAMAKAN SAMENLOOP/CONCURSUS ATAU DELLNEMING. PADA POKOKNYA DAKWAAN INI DIPERGUNAKAN DALAM HAL KITA MENGHADAPI SEORANG YANG MELAKUKAN BEBERAPA TINDAK PIDANA ATAU BEBERAPA ORANG YANG MELAKUKAN SATU TINDAK PIDANA. JADI DAKWAAN INI DIPERGUNAKAN DALAM HAL TERJADINYA KUMULASI, BAIK KUMULASI PERBUATAN MAUPUN KUMULASI PELAKUNYA.

DAKWAAN KUMULATIF DALAM PENYERTAAN (DEELNEMING)
            DALAM DAKWAAN INI HARUS DENGAN TEGAS DAN JELAS DIRUMUSKAN:
           PENGGABUNGAN/PENGUMPULAN PARA TERDAKWA KEDALAM SATU DAKWAAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 141 KUHAP
           PERUMUSAN SECARA CERMAT, JELAS DAN LENGKAP UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN DIKAITKAN DENGAN FAKTA PERBUATAN PARA TERDAKWA YANG DILENGKAPI DENGAN URAIAN TENTANG WAKTU DAN TEMPAT DILAKUKANNYA TINDAK PIDANA
           DALAM MERUMUSKAN TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN HARUS DIRUMUSKAN SECARA TERPERINCI PERAN PARA TERDAKWA MASING-MASING ATAU SECARA BERSAMA-SAMA DALAM MEWUJUDKAN TINDAK PIDANA TERSEBUT.
           PADA BAGIAN AKHIR DAKWAAN DIURAIKAN SECARA TERPERINCI PASAL-PASAL YANG MENGATUR TINDAK PIDANA DAN KUALIFIKASI PERAN PARA TERDAKWA

KUMULASI DAKWAAN TINDAK PIDANA UMUM DAN TINDAK PIDANA KHUSUS
DAKWAAN KUMULASI ANTAR TINDAK PIDANA UMUM DAN TINDAK PIDANA KHUSUS DALAM HAL PENYIDIK TINDAK PIDANA TERSEBUT ADALAH JAKSA
KUMULASI DAKWAAN ANTARA DAKWAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN DAKWAAN TINDAK PIDANA EKONOMI

BENTUK DAKWAAN KUMULATIF DALAM COCURSUS

DALAM MENYUSUN DAKWAAN KUMULATIF DALAM HUBUNGANNYA DENGAN CONCURSUS IDEALIS, BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN:
           ADANYA SATU PERBUATAN YANG MELANGGAR BEBERAPA KETENTUAN PIDANA
           SISTIM PEMIDANAANNYA ADALAH SISTIM ABSORPSI, YAITU HANYA DIJATUHKAN SATU HUKUMAN SAJA YAKNI HUKUMAN YANG TERBERAT (DALAM HAL ANCAMAN PIDANANYA SEJENIS), SESUAI DENGAN KETENTUAN PASAL 63 AYAT 1 KUHP
           KECERMATAN DALAM MENENTUKAN APAKAH BENTUK CONCURSUS IDEALIS. UKURAN YANG DIPERGUNAKAN UNTUK MENENTUKAN BENTUK CONCURSUS IDEALIS ADALAH: SECARA NYATA HANYA ADA SATU PERBUATAN, TETAPI SECARA IDEAL TELAH TERJADI BEBERAPA PELANGGARAN KETENTUAN PIDANA
           DALAM MERUMUSKAN TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN HARUS DILAKUKAN SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA NAMPAK ADANYA SATU PERBUATAN YANG MELANGGAR BEBERAPA KETENTUAN PIDANA TERSEBUT
           MENGINGAT PENYUSUNAN DAN PEMBUKTIAN DAKWAAN INI LEBIH RUMIT DARI PADA DAKWAAN BENTUK LAINNYA, MAKA PENYUSUNAN DAKWAAN KUMULATIF INI BENAR-BENAR MENUNTUT ADANYA KECERMATAN DAN KETELITIAN

SURAT DAKWAAN GABUNGAN ATAU KOMBINASI
DAKWAAN INI DISEBUT DAKWAAN GABUNGAN/KOMBINASI KARENA DALAM DAKWAAN INI TERDAPAT BEBERAPA DAKWAAN YANG MERUPAKAN GABUNGAN DARI DAKWAAN YANG BERSIFAT ALTERNATIF MAUPUN DAKWAAN YANG BERSIFAT SUBSIDER. DAKWAAN BENTUK INI DIPERGUNAKAN DALAM HAL TERJADINYA KUMULASI DARI TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN
PEMBUKTIAN DAKWAAN KOMBINASI INI DILAKUKAN TERHADAP SETIAP LAPISAN DAKWAAN, JADI SETIAP LAPISAN DAKWAAN HARUS ADA TINDAK PIDANA YANG DIBUKTIKAN. PEMBUKTIAN PADA MASING-MASING LAPISAN DAKWAAN TERSEBUT DILAKSANAKAN SESUAI DENGAN BENTUK LAPISANNYA, APABILA LAPISANNYA BERSIFAT SUBSIDER, MAKA PEMBUKTIAN DILAKUKAN SECARA BERURUT MULAI DARI LAPISAN TERATAS SAMPAI KEPADA LAPISAN YANG DIPANDANG TERBUKTI. APABILA LAPISANNYA TERDIRI DARI LAPISAN-LAPISAN YANG BERSIFAT ALTERNATIF. MAKA PEMBUKTIAN DAKWAAN PADA LAPIS YANG BERSANGKUTAN LANGSUNG DILAKUKAN TERHADAP DAKWAAN YANG DIPANDANG TERBUKTI.

PERMASALAHAN BANTUAN HUKUM BERDASARKAN PASAL 56 AYAT 1 KUHAP YANG MENEGASKAN :
HAK TERSANGKA ATAU TERDAKWA DIDAMPINGI PENASEHAT HUKUM APABILA TINDAK PIDANA YANG DISANGKAKAN ATAU DIDAKWAKAN DIANCAM DENGAN PIDANA MATI ATAU ANCAMAN PIDANA 15 TAHUN ATAU LEBIH ATAU BAGI YANG TIDAK MAMPU YANG DIANCAM DENGAN PIDANA 5 TAHUN ATAU LEBIH YANG TIDAK MEMPUNYAI PENASEHAT HUKUM SENDIRI, PEJABAT YANG BERSANGKUTAN DALAM PROSES PERADILAN WAJIB MENUNJUK PENASEHAT HUKUM BAGI MEREKA.

MENGENAI HAL TERSEBUT KITA SEBAIKNYA BERPENDIRIAN:
PSL 56 (1) KUHAP, JANGAN DITERAPKAN SECARA STRICT LAW DAN FORMALISTIC LEGAL THINGKING
PASAL TERSEBUT TIDAK DITERAPKAN SECARA KAKU TAPI HARUS DILENTURKAN, SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN AKIBAT YANG JELEK DAN KETIDAKADILAN
OLEH KARENA ITU, PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1565 K/PID/1991, “YANG MENYATAKAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA ATAS ALASAN PEMERIKSAAN PENYIDIKAN TIDAK DIHADIRI OLEH PENASEHAT HUKUM”, JANGAN DIANGKAT DAN DIJADIKAN SEBAGAI STARE DECISIS
SEHUBUNGAN DENGAN ITU, MESKIPUN PADA PEMERIKSAAN PENYIDIKAN TERSANGKA TIDAK DIDAMPINGI PENASEHAT HUKUM, BAIK DISEBABKAN DIA SENDIRI TIDAK MENUNJUK MAUPUN DISEBABKAN PEJABAT PENYIDIK TIDAK MENYEDIAKAN (MENUNJUK), TIDAK MENGAKIBATKAN PEMERIKSAAN PENYIDIKAN BATAL DEMI HUKUM (NULL AND VOID). KECUALI APABILA SECARA TEGAS TERSANGKA TELAH MENUNJUK PENASEHAT HUKUM DAN SECARA TEGAS PULA MENGHENDAKI PEMERIKSAAN DIHADIRI PENASEHAT HUKUM TERSEBUT, APABILA HAL INI DILANGGAR BARU DIBENARKAN MENEGAKKAN MIRANDA RULE ATAU PSL 56 (1) KUHAP SECARA KONSEKUEN
BEGITU JUGA KELALAIAN MENYAMPAIKAN MIRANDA WARNING TERMASUK PENASEHAT HUKUM KEPADA TERSANGKA ATAU TERDAKWA, TIDAK BERAKIBAT PEMERIKSAAN TIDAK SAH (ILLEGAL) ATAU BATAL DEMI HUKUM

SAKSI MAHKOTA
PADA HAKEKATNYA “SAKSI MAHKOTA” ATAU “KROON GETUIGE” ADALAH SAKSI YANG DIAMBIL DARI SALAH SEORANG TERSANGKA/TERDAKWA DIMANA KEPADANYA DIBERIKAN SUATU “MAHKOTA”
TERHADAP KETERANGAN “SAKSI MAHKOTA” INI ADA PERKEMBANGAN MENARIK DARI MAHKAMAH AGUNG RI. DISATU PIHAK MAHKAMAH AGUNG BERPENDIRIAN BAHWA UNDANG-UNDANG TIDAK MELARANG JIKALAU JAKSA/PENUNTUT UMUM MENGAJUKAN “SAKSI MAHKOTA” DIPERSIDANGAN DENGAN SYARAT SAKSI INI DALAM KEDUDUKANNYA SEBAGAI TERDAKWA TIDAK TERMASUK DALAM SATU BERKAS PERKARA DENGAN TERDAKWA YANG DIBERIKAN KESAKSIAN (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO: 1174 K/PID/1994 TANGGAL 3 MEI 1995, PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO: 1592 K/PID/1995 TANGGAL 5 MEI 1995.

TELECONFERENCE
SECARA FORMAL LEGALISTIK, TELECONFERENCE BERTENTANGAN DENGAN PASAL 160 AYAT 1 KUHAP HURUF a DAN PASAL 167 KUHAP YANG MENGHARUSKAN PEMERIKSAAN SAKSI DALAM RUANG SIDANG, JADI SECARA TEKSTUALDITUNTUT KEHADIRAN SEORANG SAKSI SECARA FISIK DIRUANG PERSIDANGAN. AKAN TETAPI KENYATAANNYA UNTUK MENCARI DAN MENEMUKAN KEBENARAN MATERIIL YANG BERMUARA PADA KEADILAN DALAM PRAKTIK SEDIKIT TELAH DITINGGALKAN. MISALNYA SECARA FAKTUAL PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 661 K/PID/1998 TANGGAL 19 JULI 1991 DENGAN KAEDAH DASAR DIMANA KETERANGAN SAKSI YANG DISUMPAH DI PENYIDIK KARENA SUATU HALANGAN YANG SAH TIDAK DAPAT HADIR DI PERSIDANGAN, DIMANA KETERANGANNYA TERSEBUT DIBACAKAN MAKA SAMA NILAINYA DENGAN KESAKSIAN DIBAWAH SUMPAH.

TELECONFERENCE TELAH DIGUNAKAN DALAM SIDANG:
SIDANG RAHADI RAMELAN
PENGADILAN HAM AD HOC DAN ABU BAKAR BA’ASYIR

ALAT BUKTI YANG SAH MENURUT PASAL 184 KUHAP:
KETERANGAN SAKSI
KETERANGAN AHLI
SURAT
PETUNJUK
KETERANGAN TERDAKWA

ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Alat bukti sesuai KUHAP
Perluasan alat bukti petunjuk berupa:
Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan ini; dan dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara gambar, peta, rancangan, foto, huruf tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna

Alat-Alat Bukti Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 38 UU 15/2002 yo UU 25/2003)
Alat bukti sebagaimana dalam KUHAP;
Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu: dan
Dokumen sebagai dimaksud Pasal 1 angka 7, yaitu: data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada:
Tulisan, suara, atau gambar;
Peta, rancangan, foto atau sejenisnya;
Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Alat-alat bukti tindak pidana terorisme (Pasal 27 UU Nomor 15 Tahun 2003 yo Perpu Nomor 1 Tahun 2002)
Alat Bukti sebagaimana KUHAP
Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu; dan
Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Tulisan, suara atau gambar;
Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

ALAT BUKTI ELEKTRONIK DITINJAU
DARI KEPERLUAN PRAKTEK
Dalam KUHAP tidak diatur alat bukti elektronik
Dalam Undang-Undang Khusus telah diatur (Tindak Pidana Korupsi, Terorisme, Tindak Pidana Pencucian Uang)
Penemuan dan Pembentukan hukum oleh hakim
Pasal 16 dan 28 UU Nomor 4 Tahun 2004
Hukum Acara bersifat imperatif akan tetapi tidak bersifat mutlak.

ISI PUTUSAN
SURAT PUTUSAN PEMIDANAAN HARUS MEMUAT SEGALA SESUATU YANG TERCANTUM DALAM PASAL 197 AYAT 1 HURUF a s/d HURUF L.
UU NO. 8/1981/KUHAP, DAN BERDASARKAN PASAL 197 AYAT 2 PUTUSAN MENJADI “BATAL DEMI HUKUM” APABILA TIDAK MEMUAT:
KEPALA PUTUSAN YANG DITULISKAN BERBUNYI: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
NAMA LENGKAP TERDAKWA, PANGKAT, NOMOR, REGISTRASI PUSAT, JABATAN, KESATUAN, TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR/UMUR, JENIS KELAMIN, KEWARGANEGARAAN, AGAMA, DAN TEMPAT TINGGAL.
DAKWAAN SEBAGAIMANA TERDAPAT DALAM SURAT DAKWAAN
PERTIMBANGAN YANG DISUSUN SECARA RINGKAS MENGENAI FAKTA DAN KEADAAN BESERTA ALAT PEMBUKTIAN YANG DIPEROLEH DARI PEMERIKSAAN DISIDANG YANG MENJADI DASAR PENENTUAN KESALAHAN TERDAKWA
TUNTUTAN PIDANA SEBAGAIMANA TERDAPAT DALAM SURAT TUNTUTAN
PASAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENJADI DASAR PEMIDANAAN ATAU TINDAKAN DAN PASAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENJADI DASAR HUKUM DARI PUTUSAN, DISERTAI KEADAAN YANG MEMBERATKAN DAN YANG MERINGANKAN TERDAKWA
PERNYATAAN KESALAHAN TERDAKWA, PERNYATAAN SUDAH TERPENUHI SEMUA UNSUR DALAM RUMUSAN TINDAK PIDANA DISERTAI DENGAN KUALIFIKASINYA DAN PEMIDANAAN ATAU TINDAKAN YANG DIJATUHKAN
KETENTUAN KEPADA SIAPA BIAYA PERKARA DIBEBANKAN DENGAN MENYEBUTKAN JUMLAHNYA YANG PASTI DAN KETENTUAN MENGENAI BARANG BUKTI
KETERANGAN BAHWA SELURUH SURAT TERNYATA PALSU ATAU KETERANGAN DIMANA LETAK KEPALSUANNYA ITU, APABILA TERDAPAT SURAT AUTENTIK DIANGGAP PALSU
PERINTAH SUPAYA TERDAKWA DITAHAN ATAU TETAP DALAM TAHANAN ATAU DIBEBASKAN
HARI DAN TANGGAL PUTUSAN, NAMA HAKIM YANG MEMUTUSKAN, NAMA ODITUR, NAMA PANITERA.

RUMUSAN AMAR YANG PERLU DIPERHATIKAN:
RUMUSAN APABILA TERDAKWA TERBUKTI MELAKUKAN TINDAK PIDANA “MENYATAKAN TERDAKWA…… TERSEBUT DIATAS SECARA SAH DAN MEYAKINKAN TELAH BERSALAH MELAKUKAN TINDAK PIDANA……
MENGHUKUM OLEH KARENA ITU TERDAKWA DENGAN PIDANA PENJARA/KURUNGAN SELAMA…DAN PIDANA DENDA SEBESAR Rp……DENGAN KETENTUAN APABILA DENDA TIDAK DIBAYAR AKAN DIGANTI DENGAN PIDANA KURUNGAN SELAMA…..
RUMUSAN PENGURANGAN TAHANAN DENGAN REDAKSIONAL: “MENETAPKAN MASA PENAHANAN YANG TELAH DIJALANI TERDAKWA DIKURANGKAN SELURUHNYA DARI PIDANA YANG DIJATUHKAN”
RUMUSAN REHABILITASI DENGAN REDAKSIONAL: “MEMULIHKAN HAK TERDAKWA DALAM KEMAMPUAN, KEDUDUKAN DAN HARKAT MARTABATNYA”
RUMUSAN TUNTUTAN GUGUR KARENA TERDAKWA MENINGGAL DUNIA: MENYATAKAN KEWENANGAN PENUNTUT UMUM GUGUR DAN MEMBEBANKAN BIAYA PERKARA KEPADA NEGARA
BAHWA DALAM AMAR/DIKTUM PUTUSAN TIDAK DIPERKENANKAN LAGI MEMAKAI REDAKSIONAL “SEGERA MASUK” AKAN TETAPI HARUS DENGAN REDAKSIONAL “MEMERINTAHKAN AGAR TERDAKWA DITAHAN”, SESUAI KETENTUAN PASAL 193 AYAT (2) HURUF a DAN PASAL 197 AYAT (1) HURUF KUHAP.
DALAM HAL TERDAKWA TIDAK DAPAT DIHADIRKAN DISIDANG, AMAR PUTUSAN ADALAH “MENYATAKAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA”
SESUAI DENGAN PASAL 197 AYAT 1 KUHAP AMAR PUTUSAN MENGENAI BARANG BUKTI ADALAH “MENETAPKAN BARANG BUKTI BERUPA……DST”

PENGERTIAN UPAYA HUKUM (PSL 1 AYAT 12)
UPAYA HUKUM ADALAH HAK TERDAKWA ATAU PENUNTUT UMUM UNTUK TIDAK MENERIMA PUTUSAN PENGADILAN YANG BERUPA PERLAWANAN ATAU BANDING ATAU KASASI ATAU HAK TERPIDANA UNTUK MENGAJUKAN PERMOHONAN PK DALAM HAL SERTA MENURUT CARA YANG DIATUR DALAM UU INI.

UPAYA HUKUM BIASA
(BAB XVI BAGIAN KETIGA DAN BAB XVII)
“UPAYA HUKUM YANG DAPAT DIAJUKAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN YANG BELUM BERKEKUATAN HUKUM TETAP, YANG DALAM BENTUK PERLAWANAN, BANDING DAN KASASI”

UPAYA HUKUM LUAR BIASA
(BAB XVIII)
“UPAYA HUKUM YANG DAPAT DIAJUKAN TERHADAP SEMUA PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP, DALAM BENTUK KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM DAN PK PUTUSAN YANG BHT”

PENGERTIAN KEBERATAN/EKSEPSI
PENGERTIAN EKSEPSI ATAU EXCEPTION ADALAH:
TANGKISAN (PLEAD) ATAU PEMBELAAN YANG TIDAK MENGENAI ATAU TIDAK DITUJUKAN TERHADAP “MATERI POKOK” SURAT DAKWAAN
TETAPI KEBERATAN ATAU PEMBELAAN DITUJUKAN TERHADAP CACAT “FORMIL” YANG MELEKAT PADA SURAT DAKWAAN

PRINSIP PENGAJUAN KEBERATAN/EKSEPSI
JIKA DIPERHATIKAN PSL. 156 (1) PENGAJUAN KEBERATAN YANG MENYANGKUT PEMBELAAN ATAS ALASAN “FORMIL” OLEH TERDAKWA ATAU PENASEHAT HUKUM ADALAH “HAK” DENGAN KETENTUAN:
PRINSIP HARUS DIAJUKAN PADA “SIDANG PERTAMA”
YAKNI “SESAAT” ATAU “SETELAH” PENUNTUT UMUM MEMBACA SURAT DAKWAAN
BILA PENGAJUAN DILAKUKAN DILUAR TENGGANG YANG DISEBUTKAN, EKSEPSI TIDAK PERLU DITANGGAPI PENUNTUT UMUM DAN PN, KECUALI MENGENAI EKSEPSI KEWENANGAN MENGADILI YANG DISEBUT DALAM PSL 156 (7)

KEBERATAN/EKSEPSI EX. PASAL 156 (1) KUHAP
PENGADILAN TIDAK BERWENANG MENGADILI PERKARANYA
DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA
DAKWAAN HARUS DIBATALKAN

KEBERATAN/EKSEPSI DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA
EKSEPSI SUBJUDICE
EXCEPTION IN PERSONAM
EKSEPSI KELIRU SISTEMATIKA DAKWAAN SUBSIDAIRIATAS
KELIRU BENTUK DAKWAAN YANG DIAJUKAN

KEBERATAN/EKSEPSI DAKWAAN “BATAL” ATAU BATAL DEMI HUKUM TIDAK MEMENUHI PASAL 143 (2) KUHAP YAITU:
TIDAK MEMUAT TANGGAL DAN TANDA TANGAN
TIDAK SECARA LENGKAP MENYEBUT IDENTITAS TERDAKWA
TIDAK MENYEBUT LOCUS DELICTI DAN TEMPUS DELICTI
TIDAK CERMAT, JELAS, LENGKAP URAIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN

PUTUSAN TERHADAP EKSEPSI
PUTUSAN SELA
           EKSEPSI KEWENGAN MENGADILI, DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA.
           SURAT DAKWAAN HARUS DIBATALKAN PASAL 156 (1) KUHAP
PUTUSAN AKHIR UNTUK EKSEPSI
           TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA
           KEWENANGAN ATAU HAK UNTUK MENUNTUT HAPUS ATAU GUGUR
           LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM

PENGERTIAN PERLAWANAN
Perlawanan adalah “Upaya hukum” yang dapat dilakukan atau yang dapat dibenarkan terhadap putusan sela yang dijatuhkan Hakim (pengadilan Negeri) mengenai Eksepsi, khususnya eksepsi kewenangan mengadili

INSTANSI YANG BERWENANG
Yang berwenang memeriksa dan memutus perlawanan terhadap putusan eksepsi adalah Pengadilan Tinggi

PROSES PENYELESAIAN PENGADILAN TINGGI
Pengadilan Tinggi harus segera memeriksa dan memutus perlawanan
ú         Paling lambat 14 hari dari tanggal penerimaan (registrasi)
ú         Dan langsung segera menyampaikan putusan ke Pengadilan Negeri
Perlawanan diterima Pengadilan Tinggi
            Kalau pengadilan Tinggi “menerima” (mengabulkan) perlawanan, berarti:
ú         Pengadilan Tinggi membatalkan putusan sela
ú         Menyatakan Pengadilan Negeri “tidak berwenang” mengadili
ú         Menunjuk Pengadilan (Pengadilan Negeri) yang berwenang untuk itu, dan memerintahkan untuk segera melakukan pemeriksaan
ú         Putusan Pengadilan Tinggi atas pengabulan, langsung “final” tidak bisa dibanding atau dikasasi
ú         Pengadilan Negeri segera mengembalikan berkas perkara kepada Penuntut Umum untuk dilimpahkan kepada pengadilan yang ditunjuk dalam putusan pengadilan Tinggi

MASALAH PENGIRIMAN BERKAS KE PENGADILAN TINGGI
EKSEPSI DITERIMA (DIKABULKAN)
            Apabila Hakim mengabulkan eksepsi tentang tidak berwenang mengadili, dan atas pengabulan itu, Penuntut Umum, mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi, maka menurut Pasal 156 (2):
           dengan pengabulan itu, Pengadilan Negeri “menghentikan” atau “tidak melanjutkan” pemeriksaan perkara
           oleh karena pemeriksaan perkara tidak dilanjutkan:
–         Tidak ada halangan untuk mengirimkan seluruh berkas perkara ke Pengadilan Tinggi dalam rangka penyelesaian perlawanan yang diajukan Penuntut Umum
–         Namun demikian, dengan menyampaikan salinan putusan sela sajapun dianggap memadai bagi Pengadilan Tinggi untuk mengambil putusan.

EKSEPSI DITOLAK (tidak diterima)
            Sesuai dengan ketentuan Pasal 156 (2) apabila Hakim “menolak” (tidak menerima) eksepsi tentang kewenangan mengadili yang diajukan terdakwa/penasehat hukumnya
Pemeriksaan perkara terus dilanjutkan meskipun terdakwa/penasehat hukumnya mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi, pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan, tidak boleh dihentikan
           Sehubungan dengan itu, agar proses pemeriksaan yang diperintahkan Ps. 156 (2) tidak terhalang:
–         Pengadilan Negeri “tidak dibenarkan” mengirimkan berkas ke Pengadilan Tinggi
–         Yang disampaikan hanya salinan putusan sela saja.

Wednesday, June 8, 2016

NADA-NADA CINTA

Tiada orang lain selain dirimu
Tiada cinta lain selain untukmu

*
Engkaulah kasihku belahan jiwaku
Disetiap langkahku kau menyertaiku
Sisa-sisa hidupku kutempuh denganmu

**
Tiada hari-hari yang aku lalui
Tanpa dirimu kasih ada disampingku
Seribu cobaan yang aku rasakan
Dapat aku taha karena engkau sayang
Kudapatkan ilham untuk lagu-laguku
Kau yang memberikan nada-nada cintaku
Tiada orang lain selain dirimu
Tiada cinta lain selain untukmu

Kembali ke **, *

WANPRESTASI

MINGGU, 11 DESEMBER 2011
Wanprestasi Dalam Hukum Perdata

Wanprestasi dan akibat dalam hukum perikatan
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Bentuk wanprestasi :
1. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan.
2. Debitur terlambat memenuhi perikatan.
3. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Akibatnya : jika merugikan wajib mengganti kerugian.
1. Ganti rugi.
2. Pembatalan.
3. Pelaksanaan + ganti rugi.
4. Pembatalan + ganti rugi.

Sumber hukum perikatan secara materil ada dua yaitu uu dan uu Karena perbuatan manusia. Pasal 1365 mengenai akibat melawan hukum dengan menggganti kerugian yaitu dengan adanya pembuktian dan hubungan causalitas. Syarat sahnya perjanjian adalah persetujuan antara kedua belah pihak (pasal 1320) dimana yang dimaksudkan “persetujuan” kedua belah pihak dan kemudian diganti “perjanjian” karena berdasarkan kesepakatan “comunis equino dictum” = doktrin dari para ahli. Ingkar janji itu maknanya terlalu sempit, antara kata “tidak berprestasi sama sekali” memiliki makna yang sama dengan “terlambat prestasi” disatu sisi. Contoh : karena keterlambatan pemenuhan prestasi oleh debitur sehingga dianggap tidak bermanfaat lagi kepada kreditur, maka dapat disebut tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Keliru ada dua yaitu :
1. Keliru karena kualitasnya, contoh : A membeli beras dari B tetapi, kemudian A membayar Rp 5000 tanpa tahu kualitas beras yang diberikan B.
2. Keliru karena bentuknya, contoh : A memesan beras rojo lele dari B, akan tetapi B mengirimkan beras pandan kepada A.
Overmacht (keadaan memaksa) :
1. Pasal 1244.
2. Unsur-unsur overmacht.
3. Ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu :
• Tidak memenuhi prestasi.
• Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur.
• Factor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Akibat overmacht :
Kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi tidak dapat mengatakan debitur berada dalam keadaan lalai dan karena itu tidak dapat menuntut.
Risiko :
1. Adalah suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan overmacht.
2. Luas ganti rugi (kerugian yang nyata).
Pasal 1246.
3. Kerugian yang diduga.
Pasal 1247.
Akibat hukumnya : wajib membayar penggantian biaya, rugi dan bunga.
Biaya = ongkos-ongkos yang dkeluarkan oleh debitur.
Rugi = berkurangnya harta kekayaan dari kreditur.
Bunga = sesuatu yang harus diperoleh kreditur.
Somasi
Penetapan lalai (somasi) :
• Penetapan lalai merupakan upaya untuk sampai kepada suatu saat dimana debitur dinyatakan ingkar janji atau disebut lalai.
Pasal 1238 KUH Perdata
Si ber-utang adalah lalai, apabila :
o Dengan surat perintah (bevel) atau.
o dengan akte sejenis (soortgelijke akte) itu telah dinyatakan lalai, atau
o Demi perikatannya sendiri yang menetapkan bahwa berutang lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Akibat hukumnya : wajib membayar penggantian biaya rugi dan bunga.
Jika ada somasi yang lebih dari satu, dengan tanggal berbeda, maka yang dipakai adalah yang paling ringan, bukan paling lama.
Perbuatan dalam perjanjian terdiri dari :
1. Perbuatan biasa.
2. Perbuatan hukum.
3. Perbuatan melawan hukum.
Jenis-jenis perikatan :
a. Isi dari prestasinya
• Perikatan positif dan negative.
• Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan.
• Perikatan alternative.
• Perikatan fakultatif.
• Perikatan generic dan spesifik.
• Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.
b. Subjek-subjeknya
Perikatan solider atau tanggung renteng.
Peri
hukum perikatan
1. Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti: hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, peristiwa, keadaan.Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jadi, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih, yakni pihak yang berhak atas prestasi dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, juga sebaliknya.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
2. Dasar hukum
Dasar hukum Pasal 1233 KUHPerdata “ tiap-tiap perikatan  dilahirkan karena persetujuan baik karena  UU”. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHPerdata terdapat tiga sumber yaitu :
1.    Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2.  Perikatan yang timbul dari undang – undang
3.  Perikatan terjadi bukan perjanjian
3. Asas-asas Hukum Perikatan Nasional
Asas tersebut adalah sebagai berikut:
Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.
Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang  mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
Asas Kesimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang- undang bagi yang membuatnya.
Asas Moralitas
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
Asas Kepatutan
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhanasas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
Jenis – jenis resiko digolongkan menjadi, yaitu :
Resiko dalam perikatan sepihak
Resiko dalam perikatan timbal balik
Resiko dalam jual beli diatur dalam pasal 1460 KUHPerdata
Resiko dalam tukar menukar diatur dalam pasal 1545 KUHPerdata
Resiko dalam sewa menyewa diatur dalam pasal 1553 KUHPerdata
4.         Macam – macam perikatan :
a.  perikatan bersyarat
b.  perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
c.  perikatan yang membolehkan memilih
d.  perikatan tanggung menanggung
e.  perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
f.  perikatan tentang penetapan hukuman
5.         Unsur-unsur perikatan
1.      Hubungan hukum ( legal relationship )
2.      Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak ( parties )
3.      Harta kekayaan ( patrimonial )
4.      Prestasi ( performance )
5. Sistem Hukum Perikatan
Sistem hukum perikatan adalah terbuka. Artinya, KUHPerdata memberikan kemungkinkan bagi setiap orang mengadakan bentuk perjanjian apapun, baik yang telah diatur dalam undang-undang, peraturan khusus maupun perjanjian baru yang belum ada ketentuannya. Sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Akibat hukumnya adalah,  jika ketentuan bagian umum bertentangan dengan ketentuan khusus, maka yag dipakai adalah ketentuan yang khusus, misal: perjanjian kos-kosan, perjanjian kredit, dll.
Pasal 1320 KUHPerdata mengatur tentang syarat sahnya perjanjian yaitu :
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (tidak ada paksaan, tidak ada keleiruan dan tidak ada penipuan)
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan  (dewasa, tidak dibawah pengampu)
Suatu hal tertentu (objeknya jelas, ukuran, bentuk dll)
Suatu sebab yang halal (tidak bertentangan dengan ketertiban, hukum/UU dan kesusilaan)
Bagaimana jika Pasal 1320 KUHPerdata tersebut dilanggar ?
Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada subjeknya yaitu syarat : 1). sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan 2) kecakapan untuk bertindak, tidak selalu menjadikan perjanjian tersebut menjadi batal dengan sendirinya (nietig) tetapi seringkali hanya memberikan kemungkinan untuk dibatalkan (vernietigbaar), sedangkan perjanjian yang cacat dalam segi objeknya yaitu : mengenai 3) segi “suatu hal tertentu” atau  4) “suatu sebab yang halal” adalah batal demi hukum.
Artinya adalah jika dalam suatu perjanjian syarat 1 dan 2 dilanggar baru dapat dibatalkan perjanjian tersbeut setelah ada pihak yang merasa dirugikan mengajukan tuntutan permohonan pembatalan ke pengadilan. Dengan demikian perjanjian menjadi tidak sah. Lain hal jika syarat 3 dan 4 yang dilanggar maka otomatis perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum walaupun tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Maka dapat disimpulkan suatu perjanjian dapat terjadi pembatalan karena :
Dapat  dibatalkan, karena diminta oleh pihak untuk dibatalkan dengan alas an melanggar syarat 1 dan 2 pasal 1320 KUHPerdata.
Batal demi hukum, karena melanggar syarat 3 dan 4 pasal 1320 KUHPerdata
6. Sifat Hukum Perikatan
Sebagai hukum pelengkap/terbuka, dalam hal ini jika para pihak membuat ketentuan sendiri, maka para pihak dapat mengesampingkan ketentuan dalam undang-undang.
Konsensuil, dalam hal ini dengan tercapainya kata sepakat di antara para pihak, maka perjanjian tersebut telah mengikat.
Obligatoir, dalam hal ini  sebuah perjanjian hanya menimbulkan kewajiban saja, tidak menimbulkan hak milik. Hak milik baru berpindah atau beralih setelah dilakukannya penyerahan atau levering.
6.              Hapusnya Perikatan :
Pasal 1381 Perikatan Hapus :
Karena pembayaran,karena penawaran pembayaran tunai,diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, karena pembaruan utang, karena perjumpaan utang atau kompensasi;
Karena pencampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang, karena kebatalan atau pembatalan;
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUHPerdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Pembaharuan utang
d. Perjumpaan utang atau kompensasi
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Batal/pembatalan
i. Berlakunya suatu syarat batal
j. Lewat waktu.

Monday, June 6, 2016

SK

SURAT KUASA PENAGIHAN HUTANG 1

SURAT KUASA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Mujiono
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 17 Agustus 1963
Alamat : Jl. Contoh Surat Resmi No. 99, Cibinong Bogor
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Untuk selanjutnya disebut sebagai pihak pertama

Memberikan kuasa kepada :

Nama : Sulamun
Alamat : Jl. Contoh Surat Kuasa No. 214, Cibinong Bogor
Pekerjaan : Wiraswasta

Untuk selanjutnya disebut sebagai pihak kedua.

Bahwa dengan ini pihak pertama memberikan kuasa kepada Pihak kedua untuk menagih, meminta dan menerima uang dari total hutang sejumlah Rp. 5.000.000,- kepada Bapak/Ibu Sulamun, yang merupakan uang pinjaman dari pihak pertama berdasarkan surat perjanjian hutang piutang tgl 3 Oktober 2011

Demikian Surat Kuasa ini dibuat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Serta harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
surat kuasa penagihan hutang

CONTOH SURAT KUASA PENAGIHAN HUTANG 2

SURAT KUASA

Pada hari ini, yang bertanda tangan di bawah ini:
Mujiono, lahir di Bandung, pada tanggal 17 Agustus 1963, beralamat di jalan Jl. Contoh Surat Resmi No. 99, Cibinong Bogor, Rt. 05/Rw. 19 Kel. Jonggol Kec. Cinunuk Kota Bogor, selanjutnya disebut Pemberi Kuasa.
Dengan ini memberikan Kuasa kepada:
Sulamun, lahir di Magelang, pada tanggal 23 mei 1963, beralamat di Jl. Contoh Surat Kuasa, nomor 214, Kota Bogor, selanjutnya disebut Penerima Kuasa.
—– KHUSUS —–
Untuk melakukan penagihan kepada Frid Hutagalung, lahir di Medan, pada tanggal 29 Juli 1973, beralamat di jalan Jl. Surat Kuasa No. 334, Rt. 07/Rw. 09 Kel. Jonggol Kec. Cinunuk Kota Bogor, atas utang saudara Frid Hutagalung, berdasarkan surat perjanjian hutang piutang tgl 3 Oktober 2011 sebesar Rp 10.000.000, ( sepuluh juta rupiah), dengan perincian: pokok pinjaman sebesar Rp 5.000.000, ( lima juta rupiah), dan biaya bunga selama 1 tahun (12) bulan sebesar Rp 5.000.000, ( lima juta rupiah).
Sehubungan dengan pemberian kuasa ini, Penerima Kuasa berhak melakukan penagihan hutang kepada saudara Frid Hutagalung, membuat, menyuruh membuat, menandatangani surat-surat yang diperlukan, menerima pembayaran/pelunasan hutang tersebut dan melakukan transfer uang pembayaran/pelunasan hutang tersebut ke rekening nomor 333444455555, Bank ABC, Cabang Cibinong atas nama Mujiono

Demikian Surat Kuasa ini diberikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
surat kuasa penagihan hutang 2.

Saturday, June 4, 2016

USBM NISEL

TANGISAN 2012-2015 KARENA KAMPUS ILEGAL

PENDIDIDIKAN JARAK JAUH UNIVERSITAS SETIA BUDI MANDIRI (PJJ USBM) MEDAN DI TELUKDALAM KABUPATEN NIAS SELATAN SUMATERA UTARA, SEBAGAI BERIKUT :

1. Bahwa pada bulan Agustus 2012, Bupati Nias Selatan IDEALISMAN DACHI menandatangani Nota Kesepakatan bersama dengan UNIVERSITAS SETIA BUDI MANDIRI Medan tentang Pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi Melalui Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh yang tertuang dalam Nota Kesepakatan Bersama Nomor : 420/5623/BUB/2012 – Nomor : 504/USBM-R/2012 tertanggal 08 Agustus 2012. ( Fotocopy Terlampir )

2. Bahwa berdasarkan Nota Kesepakatan Bersama tersebut, Pemerintah Kabupaten Nias Selatan memberikan pengumuman terbuka kepada khalayak ramai untuk penerimaan mahasiswa baru dengan program gratis di Pendidikan Jarak Jauh Universitas Setia Budi Mandiri Medan di Telukdalam.

3. Bahwa kemudian dengan pengumuman tersebut, ribuan calon mahasiswa mendaftarkan diri untuk mengikuti perkuliahan di Kampus USBM Medan diTelukdalam dengan Program Gratis yang dilaksanakan Bupati Nias Selatan IDEALISMAN DACHI.

4. Bahwa selanjutnya pelaksanaan program mengajar berjalan selama hampir 4 (Empat) semester dengan kampus sementara Gedung SMA Negeri 1 Telukdalam dan SMK Negeri 1 Telukdalam.

5. Bahwa selain  angkatan pertama tahun akademik 2012/2013, penerimaan mahasiswa angkatan kedua tahun akademik 2013/2014 juga dilaksanakan dengan pendaftaran dibuka sejak 10 Juni s/d 21 Agustus 2013, dan ratusan mahasiswa kemudian mengikuti perkuliahan.

6. Bahwa selama berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut, ribuan mahasiswa mengikuti perkuliahan, Ujian Tengan Semester, Ujian Akhir Semester dengan mendapatkan Kartu Rencana Studi dan Kartu Hasil Studi.

7. Bahwa namun setelah mahasiswa mengikuti perkuliahan, Kartu Mahasiswa  dan Nomor Induk Mahasiswa tidak pernah diterbitkan oleh Perguruan, dan atas kejadian tersebut perwakilan mahasiswa telah berulang kali mempertanyakan kepada  pengelola akan tetapi jawaban dari pihak pengelola yaitu menunggu hasil kesepakatan lanjutan antara Bupati Nias Selatan dengan pihak USBM Medan.

8. Bahwa dengan keadaan seperti tersebut diatas, kami para mahasiswa mulai meragukan keabsahan dan legalitas Pendidikan Jarak Jauh USBM Medan di Telukdalam dan mulai melakukan upaya-upaya untuk mempertanyakan langsung kepada Bupati Nias Selatan IDEALISMAN DACHI dan atas pertanyaan mahasiswa tersebut Bupati Nias Selatan hanya memberikan jawaban agar mahasiswa bersabar dan mengenai status USBM di Telukdalam sedang diadakan pembicaraan dengan pihak Yayasan USBM di Medan.

9. Bahwa setelah menunggu selama beberapa bulan ternyata apa yang  dijanjikan oleh Bupati Nias Selatan tidak terwujud dan  kemudian sekitar bulan Januari2014, ratusan orang mahasiswa di kirim ke Kampus USBM Medan untuk kuliah dan sebagian besar tetap tinggal di Telukdalam untuk melanjutkan perkuliahan. Selama beberapa tahun di Medan ternyata para mahasiswa tidakjuga diberikan KTM dan Nomor Induk Mahasiswa bahkan kemudian tanpa kejelasan status perkuliahan mahasiswa di kembalikan pulang ke Telukdalam.

10. Bahwa tanpa pemberitahuan dan secara sepihak Pemerintah Kabupaten Nias Selatan melalui pengelola menghentikan proses belajar mengajar di Pendidikan Jarak Jauh USBM Medan di Teludalam dan mahasiswa-mahasiswi beserta para staf pengajar mencoba memprotes keadaan tersebut akan tetapi tidak ditanggapi oleh Bupati Nias Selatan IDEALISMAN DACHI.

11. Bahwa menyadari pembohongan  publik yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nias Selatan yang telah menelantarkan ribuan mahasiswa, kami mahasiswa/i  mendatangi Polres Nias Selatan untuk mengajukan laporan pengaduan terhadap perlakuan Bupati NiasSelatan yaitu pada tanggal 29 dan  30 Juli 2014.

12. Bahwa  pihak Kepolisian Ressort Nias Selatan menolak menerbitkan STPLP atas  laporan kami dengan alasan bahwa tidak ada pasal dalam undang-undang yang dapat dikenakan kepada Bupati Nias Selatan dan bahkan pihak oknum Kepolisian Ressort Nias Selatan menggiring kami untuk melaporkan pihak lain dan bukan Bupati Nias Selatan.

13. Bahwa  walaupun kami telah memberikan masukan kepada pihak Kepolisian Ressort Nias Selatan dengan menyebutkan pasal 55 Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi, dan Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan mengatakan bahwa kami melaporkan Bupati Nias Selatan dan bukan pihak lain karena sesungguhnya Bupati Nias Selatanlah yang bertanggung jawab atas penelantaran kami, karena dasar kami adalah sesuai dengan Isi Nota Kesepakatan antara Bupati Nias Selatan Idealisman Dachi dengan Pihak Yayasan USBM yang ada di Medan. Akan tetapi semua masukan dan jawaban dari kami tidak di gubris.

14. Pada tanggal 28 Agustus tahun 2014 kami ke Mabes Polri (Bareskrim) guna membuat laporan kami terkait Tentang PJJ USBM tersebut dengan Tanda Bukti Lapor : TBL / 464 / VIII / 2014 / Bareskrim dan Laporan Polisi Nomor : LP / 802 / VIII / 2014 / Bareskrim,tanggal 28 Agustus 2014.

15. Setelah usai memberikan laporan tersebut maka pihak Mabes Polri dalam hal ini adalah Bareskrim melimpahkan kasus tersebut di Poldasu, namun Pihak Poldasu dalam menangani kasus tersebut tidak pernah memberikan kami kabar sampai saat ini tentang sudah sejauh mana penanganan kasus itu.

16. Kejaksaan Negeri Telukdalam Menangani Kasus dugaan Korupsi tentang PJJ USBM Medan di Telukdalam tersebut juga sudah lebih dari 2 tahun, namun kasus tersebut juga jadi diam Mungkinkah karena Kajari Telukdalam telah Menerima berupa Rumah Dinas, Pembangunan Pagar Kejaksaan N Telukdalam, dan Mobil Dinas.

ADA APA DENGAN PENEGAK HUKUM..?!
ATM BERJALAN KAH..?!

04 Juni, 2015
Ttd
DISIPLIN LUAHAMBOWO

Friday, June 3, 2016

Perjanjian

PIHAK PERTAMA berjanji akan melunasi uang pinjaman KEPADA PIHAK KEDUA dengan tenggang waktu selama 6 (Enam) bulan terhitung dari ditandatanganinya Surat Perjanjian ini.

Apabila nantinya dikemudian hari ternyata PIHAK PERTAMA tidak dapat membayar hutang tersebut, maka PIHAK KEDUA memiliki hak penuh atas barang jaminan baik untuk dimiliki pribadi maupun untuk dijual kepada orang lain.

Surat Perjanjian ini dibuat dalam 2 (Dua) Rangkap bermaterai cukup dan masing-masing rangkap mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA.

Surat Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh Kedua Belah Pihak secara sadar dan tanpa tekanan dari Pihak manapun di Jakarta pada hari, tanggal dan bulan seperti tersebut di atas.

Demikianlah surat perjanjian utang-piutang ini dibuat bersama di depan saksi-saksi, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dan untuk dijadikan sebagai pegangan hukum bagi masing-masing pihak.

DASAR HUKUM PERJANJIAN

Dasar-Dasar Hukum Perjanjian

A. PERJANJIAN PADA UMUMNYA

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.   Perjanjian adalah sumber perikatan.

A.1.     Azas-azas Hukum Perjanjian

Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:

Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.

Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan.
Azas ini tercermin jelas  dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

A.2.  Syarat Sahnya Perjanjian

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian  harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.

Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang  oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.
Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:

–          Orang yang belum dewasa.

Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai berikut:

(i)           Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.

(ii)          Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.

–          Mereka yang berada di bawah pengampuan.

–          Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).

–          Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan  ketertiban
Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan  syarat No.3 dan No.4 disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.

Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.

Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.

Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

A.3.    Kelalaian/Wanprestasi

Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:

Tidak melaksanakan isi perjanjian.
Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

A.4.    Hapusnya Perjanjian

Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:

a.   Pembayaran

Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela.  Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie. Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri

Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.

Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.

c.   Pembaharuan utang atau novasi

Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama.  Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.

d.   Perjumpaan utang atau Kompensasi

Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur.  Jika debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.

Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:

(i)       Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum.

(ii)      Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.

(iii)     Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).

e.   Percampuran utang

Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.

f.   Pembebasan utang

Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.

g.   Musnahnya barang yang terutang

Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

h.   Batal/Pembatalan

Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.

Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi   syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:

(i)       Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;

(ii)      Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.

i. Berlakunya suatu syarat batal

Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.

j.    Lewat waktu

Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.  Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.

B.       STRUKTUR PERJANJIAN

Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:

Judul/Kepala
Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat.
Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”.
Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Penutup dari Perjanjian.

C.        BENTUK PERJANJIAN

Perjanjian dapat berbentuk:

Lisan
Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:
–          Di bawah tangan/onderhands

–          Otentik

C.1.     Pengertian Akta

Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya.

Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:

a.  Akta Di bawah Tangan (Onderhands)

b. Akta Resmi (Otentik).

Akta Di bawah Tangan

Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris. Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya.  Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik.

Perjanjian di bawah tangan terdiri dari:

(i)     Akta di bawah tangan biasa

(ii)    Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi maupun tanda tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.

(iii)   Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak  namun  penandatanganannya   disaksikan   oleh  atau di hadapan Notaris, namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi dokumen melainkan Notaris hanya bertanggungjawab terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan dan tanggal ditandatanganinya dokumen tersebut.

Akta Resmi (Otentik)

Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu.

Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan sebagainya.

Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.

Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

(i)     Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.

(ii)    Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

(iii)   Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.

C.2.     Perbedaan antara Akta Otentik dan Akta Di bawah Tangan

No.

Perbedaan

Akta Otentik

Akta Di bawah tangan

1.
2.

3.

4.

5.

Definisi
Materi

Pembuktian

Penggunaannya

Penyimpanan

Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum (a.l. Notaris)
Apa yang tercantum pada isi Akta otentik berlaku sebagai sesuatu yang benar (bukti sempurna), kecuali dapat dibuktikan sebaliknya dengan alat bukti lain.

Bilamana disangkal oleh pihak lain maka pihak yang menyangkal itulah yang harus membuktikan bahwa akta itu tidak benar, dan akta otentik mempunyai tanggal yang pasti.

Dalam hal tertentu mempunyai kekuatan eksekutorial.

Kemungkinan hilang lebih kecil, sebab oleh Undang-undang ditentukan, bahwa Notaris diwajibkan untuk menyimpan asli akta secara rapi di dalam lemari besi tahan api.

Akta yang dibuat oleh dan ditandatangani para pihak
Apa yang tercantum pada isi akta di bawah tangan (tulisan atau tanda tangannya) dapat merupakan kekuatan bukti yang sempurna selama tidak disangkal oleh pihak-pihak yang menggunakan akta tersebut.

Bilamana tulisan atau tanda tangannya disangkal oleh pihak lain, maka pihak yang memakai akta itulah yang harus membuktikan bahwa akta itu adalah benar.

Tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial.

Kemungkinan hilang lebih besar.

Daftar Pustaka

Buku

Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum Perdata,  Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Subekti, R, Prof, S.H., Hukum Perjanjian, Cetakan ke-VIII, PT Intermasa.