Sunday, March 27, 2016

Dianggap Jadi Masalah di Sistem Peradilan, Aturan Prapenuntutan Diuji ke MK

Masalah di Sistem Peradilan, Aturan Prapenuntutan Diuji ke MK

Sejumlah lembaga pegiat hukum saat ini tengah mengajukan uji materi beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Salah satu yang diuji adalah menyangkut pola koordinasi penyidik dengan penuntut umum dalam proses peradilan pidana yang dikenal dengan Prapenuntutan.

Di KUHAP soal prapenuntutan diatur di pasal 109 ayat (1), Pasal 14 huruf b, Pasal 138 ayat (2), Pasal 139, dan Pasal 14 huruf i. Ketentuan dalam pasal tersebut dinilai berpotensi membuka ruang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dalam tahap penyidikan, kriminalisasi, hingga korupsi di kalangan aparat penegak hukum.

Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Pidana (MAPPI) Choky Ramadhan mengatakan dengan uji materi ini diharapkan tidak ada lagi bolak balik berkas perkara oleh penuntut umum karena kewenangan jaksa yang terbatas. "Jaksa harus ikut proses penyidikan supaya tidak ada pelemahan saat pembuktian di persidangan. Konsep yang dianut KPK yaitu proses penyidikan dan penuntutan dalam satu lembaga harus dianut oleh semua lembaga penegak hukum," kata Choky saat konferensi pers di kantor LBH Jakarta, jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (27/3/2016).

Menurut Choky jaksa penuntut sering kesulitan membuktikan di persidangan karena bukti di berkas dengan bukti yang dihadirkan berbeda. "Dengan terbatasnya wewenang di KUHAP, ketika JPU memajukan perkara ke persidangan cenderung lemah. Bila tidak yakin bisa bolak balik berkas perkara. Karena jaksa dibatasi kewenangannya untuk menghentikan kasus atau meminta penyidikan ulang karena adanya diferensiasi fungsional tersebut," kata dia.

Praktisi Hukum dan Akademisi dari Universitas Pancasila Reda Mantovani mengatakan, semestinya tak ada perbedaan fungsi di lembaga penegak hukum antara kewenangan penyidik dan penuntut umum. Kewenangan penyidik dan penuntut umum harus terintegrasi. "Karena pengkotak-kotakan wewenang tersebut membuat banyak pelanggaran HAM terjadi. Di dalam KUHAP kata 'segera' harus ditegaskan jangka waktunya supaya proses peradilan tidak berlarut-larut," kata Reda.

Komisioner Komisi Kejaksaan Ferdinand Andi Lolo mengakui sering terjadi perkara yang menggantung atau bolak-balik dari penyidik ke penuntut. Ada juga perkara yang berlarut-larut.  "Peran penuntut umum sebagai pengontrol perkara adalah bentuk penyeimbang dari kewenangan penyidik," kata Ferdinand.

Rencananya sidang kedua perkara dengan nomor register perkara 130/PUU-XIII/2015 akan diselenggarakan pada Selasa, 29 Maret 2016 pukul 11.00 WIB di Mahkamah Konstitusi. Agenda sidang adalah memasuki pemeriksaan ahli. Pihak pemohon menghadirkan Luhut M.P Pangaribuan, Prof. Andi hamzah, dan Prof. Stephen C. Thaman sebagai ahli.

No comments:

Post a Comment